Halaman

Minggu, 04 Juli 2021

Ketika Kita Harus "Sombong"

Terkadang saya merasa aneh dan malu harus teriak-teriak menunjukan diri saya sendiri yang mungkin tidak terlihat seperti itu pada kenyataannya. Namun beginilah hidup, kadang kita dipaksa untuk mengatakan "ini dan beginilah saya ...."

Demikian kalimat pembuka yang disampaikan oleh Dadan Hermawan, salah satu kontestan ASN Inspiratif asal Subang.

Dalam pesan singkat melalui grup WhatsApp tersebut, ia lanjutkan menulis, "Agar jagat kompetisi terasa hangat, izinkan saya memperkenalkan hal kecil yang saya miliki dan kerjakan 🙏"

Saat membaca kalimat tersebut, saya hanya tersenyum karena saya merasakan beliau menulis dengan kerendahan hati yang tulus. Bukankah apa yang disampaikan dari hati akan sampai ke hati pula?

Guru SDN Pelita Karya, Jalancagak, Subang ini sudah menghasilkan 22 buku solo dan antologi. Lebih dari 50 artikel populer diterbitkan di media cetak maupun online, serta telah menghasilkan 15 karya inovasi (semoga saya bisa nyusul, aamiin 🤲🏻).

Tak hanya itu, banyak prestasi lain yang ia peroleh. Antara lain : Juara 1 Gupres Kabupaten (2016 dan 2019), Juara 2 Gupres Jabar (2019), Duta Magang Teacher Professional Development Indonesia-Australia di Adelaide (2016), The Best Maker Learning Video Content Angkatan II LPMP Jabar (2019), Peraih Anugerah Pegiat Literasi Subang (2020), dan Peraih Penghargaan Guru Penggerak Literasi Masyarakat (2021).

Tahun ini, BKD Pemprov Jabar mengadakan Seleksi Penghargaan ASN Berprestasi. Dalam seleksi ini, para ASN bisa mendaftarkan diri sendiri maupun orang lain asalkan memenuhi semua syarat.

Di Kabupaten Subang, yang saya ketahui ikut ajang ini ada dua guru IPA SMP yaitu Bu Hj. Rita (Ketua MGMP IPA Kab. Subang, pegiat literasi) dan Pak Eri (ahli coding). Di luar itu, yang saya ketahui ada Pak Dadan (pendiri Teras Ilalang) dan Bu Leni (pernah berkolaborasi dengan KNIU dan iEARN). Ada pula Bu Sri Suryanti (founder Edu Kreasi), guru SMPN 1 Subang yang kini pindah tugas ke Bandung.

Patutkah Kita Sombong?

Kita memang tak pernah berhak untuk sombong. Karena yang patut sombong hanyalah Tuhan Sang Pencipta Semesta Alam.

Ali bin Abi Thalib r.a. pernah berujar, "Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu dan yang membencimu tidak akan percaya itu."

Namun ... sebagaimana kutipan di awal tulisan ini, saya sepakat dengan Pak Dadan. Terkadang, karena suatu keadaan kita memang harus "show up".

Seperti yang harus dilakukan Pak Dadan ketika mengikuti seleksi ajang penghargaan pemprov. Contoh lain dimana kita harus menyampaikan siapa kita adalah ketika seseorang diundang menjadi narasumber atau bintang tamu.

At least, curriculum vitae kita akan tersebar. Bagi narasumber/bintang tamu yang sudah familier, menyebutkan satu dua prestasi saja mungkin sudah cukup. 

Pada kondisi tersebut, sebagian besar audiens diperkirakan sudah mengetahui kredibilitas narasumber. Sehingga pembuat acara tak perlu pusing. "Nama besar" narasumber akan mengundang audiens dengan sendirinya.

Masih ingat kasus viral launchingnya menu makanan di salah satu restoran cepat saji? Apakah disebutkan prestasi bintang tamu? Tidak. Cukup ditulis nama dalam salah satu menu saja, para penggemar datang bak semut mengerumuni gula.

Lalu bagaimana untuk narasumber yang belum terlalu dikenal audiens? Pada kondisi inilah tak salah kiranya bila kita menyampaikan CV yang lebih 'berisi'. 

Well, tak bisa dipungkiri bahwa kesan pertama sangat berarti. Sebagian masyarakat (atau bahkan kita? Bisa jadi saya saja) kadang terlalu cepat menilai. We judge a book by its cover. Padahal bisa jadi cover dan isi berbeda sangat jauh. 

Cover yang sederhana dan luput dari pandangan mata, bisa jadi memiliki isi yang jauh lebih memukau. 

Walau ada istilah don't judge a book by its cover, memperindah "cover" agar lebih menarik minat target untuk masuk lebih dalam ... rasanya tak apa. Yang terpenting adalah kesesuaian cover dengan isi.

Selain itu, hal yang saya pegang sampai saat ini (sebagaimana hadis yang diriwayatkan Muslim) adalah bahwa sombong itu sejatinya ada dua. Ketika kita memandang rendah orang lain dan ketika kita menolak kebenaran.

Selama "show up" kita tak mengarah ke dua hal tersebut. Maka bismillah. Semoga Allah melindungi kita dari sifat sombong.

Nah pemirsa, bagaimana menurut Anda?

47 komentar:

  1. Wah bagus sekali ulasannya b Dita, memang benar terkadang kita dihadapkan pada situasi yang harus membuka siapa diri kita , salut bacaan yang bermanfaat terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, terima kasih kembali Bu atas kunjungan dan komentarnya 🙏🏻

      Hapus
  2. Memang ada saatnya dibutuhkan menunjukkan siapa diri kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, betul Bun. Saat melamar kerja juga sama ya. Hehe

      Hapus
  3. Mantap tulisannya bu. Saya selalu suka, banyak ilmu yang di dapat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, terima kasih Bu Ketu 😊🙏🏻

      Hapus
  4. Keren Bu Ditta. Selalu menginspirasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, thank you Mrs. Leni 😊🙏🏻

      Hapus
  5. Iyh ada saatnya kita hrs show up pd situasi tertentu dan tidak perlu pada situasi yg lain. Yg penting timingnya hrs tepat, kapan hrs show up pun sebaliknya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah mantap nih Pak Nana. Betul betul betul. Sepakat dengan Pak Nana 👍🏻

      Hapus
  6. Kalau menurut saya , bukan sombong , hal yang dimaksudkan, setelah sy membaca artikelnya, tetapi lebih tepatnya PD alias Percaya Diri, jni mmg harus utk menunjukkan Aktualisasi Diri. Begitu mnrt sy pribadi.mkch .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, saya sependapat 👍🏻 meski kenyataannya terkadang ada yang menganggap kita sombong ketika melakukan hal tersebut.

      Terima kasih atas sharing-nya 🙏🏻

      Hapus
  7. Keren abis ulasannya. Mantul!
    Sangat bermanfaat.👍👍👍👍👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, terima kasih Bu Raden 😊🙏🏻

      Hapus
  8. Keren Bu. Biasanya memang orang melihat covernya dulu. Tidak ada salahnya memperbagus covernya. Maaf bila salah kata 🙏👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, betul Bu. Saya pikir juga tidak mengapa memperindah cover. Asal tetap meluruskan niat saja. Terima kasih Bu Sri 😊🙏🏻

      Hapus
  9. Ya bener kadang kita harus menunjukkan siapa kita sebenarnya..jati diri kita siapa ,

    BalasHapus
  10. Sangat menginspirasi bukan kita bermaksud sombong..tpi kadang kita suka direndahkan pengalaman pribadi..hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe ... Iya, karena sebagian dari kita terlalu cepat menilai. Terima kasih atas kunjungannya 🙏🏻

      Hapus
  11. Kereen... Tulisannya mengalir luar biasa, namun sayang tokoh yang diangkatnya belum tentu sebagus yang diceritakannya. Mudah mudahan tidak mengurangi kedahsyatan tukisannya... Jazkillah sudah membuat tukisan tentang saya 🙏🙏🙏, asa ku arisin ah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ehehehe alhamdulillah. Terima kasih Pak Dadan sudah berkenan mengunjungi blog ini 😊🙏🏻

      Sukses selalu ...

      Hapus
  12. Salam dari tetangga pemilik blogspot sebelah,
    jejakdadan.blogspot.com

    BalasHapus
  13. Balasan
    1. Alhamdulillah Bu Ketu. Hatur nuhun sudah menyempatkan singgah 😊🙏🏻

      Hapus
  14. Bagaimanapun kita tidak boleh sombong. Sekali kali tidak. Sombog adalah pakaian Tuhan, bukan pakaian makhluk, apa pun alasan pembenarannya. Apa yang disampaikan ketika menjadi narasumber tidak lebih dari menyampaikan apa yang kita punya (karena yang lebih banyak dan lebih berbobot dari kita pasti LEBIH BANYAK).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Pak D. Sepakat 👍🏻
      Di atas langit, masih ada langit.
      Terima kasih atas nasihatnya Pak D 😊🙏🏻

      Hapus
  15. Dari bahasanya tulisnya, saya yakin pula penulis ini tidak sombong. Semoga kita selalu dilindungi Allah SWT.

    BalasHapus
  16. Beberapa Ciri sombong :
    1. merendahkan orang lain
    2. merasa diri lebih baik dari orang lain
    3. Menolak kebenaran
    4. Menolak berdoa kepada Allah

    Kalau sekedar "memperkenalkan" siapa diri kita kepada orang lain dgn tujuan yg dibenarkan misalnya "ta'aruf" atau interview pekerjaan insya allah itu bukan termasuk sombong

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, terima kasih atas ilmunya 😊🙏🏻🙏🏻🙏🏻

      Hapus
  17. Show up untuk keperluan tertentu bun

    BalasHapus
  18. kata SOMBONG dicerita ini sebenarnya tidak tepat. Karena tidak ada ciri ciri kesombingan dialur ceritanya. Saya nyari ga nemu bun.

    Yang saya tangkap hanyalah ekspresi aktualisasi diri.

    SOMBONG apabila kita menempatkan diri I AM THE ONE. Ketika merasa diri lebuh dari orang lain.

    Menunjukan jati diri dalam keadaan tertentu hanyalah bentuk pembelaan diri secara intelektual.

    Namun lebih bijak bila aktualisasi intelejtualitas diekspresikan dengan senyum yg tulus dari hati yang terdalam. Karena senyum adalah bahasa dengan jutaan makna

    Intelektualitas seseorang dapat dinilai bagaimana ia mampu mengendalikan emosi dirinya. Karena emosi berlebihan bisa menghilangkam akal sehat.

    Menata bahasa baik lisan dan tulisan dilengkapi dengan senyum akan mematahkan kesombongan.

    Tapi hal yang sangat manusiawai bila kita terkadang merasa terjeoit pada situasi yang tidak nyaman sehungga dirasa perlu untuk mengaktual8sasikan inteleksitas atau jati diri.

    Salam Literasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Bun, di alur tulisan ini memang bukan tentang kesombongan. Makanya Ditta beri tanda kutip di bagian kata "sombong".

      Hanya saja ... ketika kita show up, ada satu dua orang yang bisa jadi menganggap kita "sombong". Oleh karena itu, Ditta masih munculkan kata itu. Hehe

      Nasihat Mommy Yenny untuk menata bahasa baik lisan maupun tulisan disertai senyum agar mematahkan kesombongan patut dicoba nih. Makasih banyak ya Mam 🥰🥰🥰

      Hapus
  19. Asyik bacanya bu Ditta tulisan yg menginspirasi,
    Kita layak menunjukkan jati diri, bukan menyombongkan diri, tetap dan selalu rendah hati, tentukan agar org lain tidak terlalu merendahkan kita,...ada kan org yg suka melihat hanya dengan 'sebelah mata' terhadap orang lain,....kasihan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Bunda. Selain ada yang terlalu cepat menilai, di dunia ini ada juga kelompok orang yang terkadang memandang sebelah mata terhadap orang lain. Semoga kita tidak termasuk ke dalamnya ya Bun.

      Hapus
  20. Keren Bu... Jujur kalo saya pribadi ga suka denga ajang kompetisi yang menunjukkan ini loh saya..harusnya penghargaan itu diberikan bukan dari peserta yang mengajukan..tapi harus dari orang lain..kalo guru saya lebih setuju kalo murid yang berkata...ya..mereka yang bisa menilai bagaimana seorang guru itu bekerja...punten kadang guru yang banyak ikut pelatihan (sebelum Pandemi) adalah guru yang sering memberikan tugas ke siswa ..pdhl tugas utama guru adalah mengajar...bukan eksis untuk diri sendiri ..punten...itu pendapat saya ya Bu...kalo di musim pandemi...banyak ikut pelatihan....ga pa2..kan online...kayak saya...he..he...demi sertifikat..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah hehe, ini bisa jadi diskusi yang menarik. Sepakat bahwa penghargaan itu sebaiknya datang dari orang lain. Makanya dalam seleksi penghargaan ASN ini siapa pun boleh mengajukan nama untuk ikut seleksi. Baik yang diajukan atau mengajukan, harus melampirkan link testimoni dukungan dari berbagai pihak. Ini menurut saya sudah seperti yang Bunda Weny katakan "biarkan siswa yang menilai". Para pemberi testimoni (dalam kasus yang saya tulis ada dukungan dari Bupati, Ketua Komunitas, para guru/kepala sekolah, pemangku jabatan di berbagai dinas/lembaga, dll) tentu tak akan mendukung (dengan memberi testimoni) jika mereka tak menghargai apa yang telah diraih oleh peserta toh?

      Terkait guru yang ikut pelatihan (sebelum pandemi) dan sering meninggalkan tugas, ini sih jawabannya juga bisa panjang kali lebar. Bisa jadi, ikut pelatihan karena ditugaskan toh? Mengembangkan diri kan memang salah satu tuntutan bagi seorang guru. Walau saya sepakat bahwa tugas utama guru adalah mengajar.

      Saya jadi ingat salah satu dosen saya yang juga sibuk di kementerian pendidikan. Saat beliau tidak bisa hadir di kelas, beliau meminta asisten untuk menggantikannya. Namun lebih sering, beliau mengganti jadwal kuliah ke hari lain.

      Mari kita sama-sama belajar ya Bu. Agar bisa melaksanakan tugas utama kita, sesibuk apa pun kita nantinya.

      Terima kasih Bu Weny atas pemantik diskusinya 😊👍🏻

      Hapus
    2. Aih typo ... Maaf Bunda Wety maksudnya 🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻

      Hapus
    3. Oh iya Bun, mohon maaf bila ada yang kurang berkenan atas jawaban saya ya. Hehehe ... Saya seneng diskusi. Meski saya sadar, kadang komunikasi sosial saya masih kurang baik. Masih harus banyak belajar, Bun 😁

      Hapus
    4. Saya suka...suka...semua tulisan ibu ..menarik temanya...kadang tema yang saya pikirkan di tulis sama ibu...cucok....saya dari kemaren ngebatin...ASN guru tapi testimoni dari pejabat ga ada yang dari murid ..he..he..jadi beliau ngajar pejabat atau murid ya. Saya cuma penasaran...murid nya suka apa ga ya?
      Maaf juga kalo saya terlalu ekstrim Krn saya bener2 penasaran....he..he..MET istirahat Bu Ditta cantik...

      Hapus
    5. Oooh hihihi ada Bunda ... Ada testimoni dari siswa juga kalo yang saya lihat di youtubenya 😊😊😊😊😊

      Semoga bisa jadi masukan atau pertimbangan juga ya.

      Saya yakin tak mudah untuk bisa mencapai di titik mereka saat ini. Dari inovasi yang mereka lakukan (sejauh yang saya ketahui), insya Allah mereka adalah para guru yang disenangi muridnya.

      Hoho, kalau bahas ini kok jadi kebayang ajang pemilihan guru favorit murid ya 😁😁😁

      Tenang Bun ... seperti di awal saya katakan, ini menarik. Jadi, saya suka suka suka dengan pandangan Bunda Wety yang diutarakan 👍🏻

      Terima kasih berkenan berdiskusi 🥰🥰🥰🥰🥰

      Hapus
  21. Tak ada yang patut saya komentari selain kata inspiratif dan wow!
    Selamat ya Bu Ditta, izinkan saya belajar dari apapun yang ibu bagikan. Terima kasish, dan semoga sehat selalu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin 😊🤲🏻

      Alhamdulillah Bu. Hayuk kita sama sama belajar 🥰🥰🥰

      Hapus