Lebih dari 270 km/jam. Itulah kecepatan yang bisa dicapai sel saraf saat mengirim informasi ke otak. Tapi, kondisi ini biasanya terjadi dalam keadaan tertentu saja. Misal, saat kita menyentuh air panas.
Berbicara merupakan suatu proses yang mekanismenya bisa dibilang kompleks. Tak sesederhana seperti yang tampak.
Proses bicara melibatkan aspek sensoris dan motorik. Saat kita melihat, meraba dan mendengar misalnya. Rangsangan yang diterima akan diteruskan ke otak (sensoris).
(Foto : Rancak TV) |
Setelah informasi yang diterima diproses, maka otak akan memerintahkan mulut dan beberapa bagian lain yang berkaitan untuk bisa berbicara (motorik).
Tak hanya lidah, bibir dan langit-langit. Sistem pernapasan pun berperan dalam proses bicara. Loh kok? Tentu saja ... karena pita suara kita dapat bergetar akibat bantuan aliran udara dari paru-paru.
Sistem pendengaran pun memiliki peran penting dalam kemampuan berbicara. Lihat saja bayi yang tumbuh dan sering mendengar orang tuanya berbicara (membaca buku misalnya). Mereka (baca: bayi) akan memiliki 'tabungan kosa kata' yang memudahkannya dalam belajar bicara. Oleh karena itu, gangguan pada telinga/sistem pendengaran bisa berdampak pada kesulitan berbicara.
Mulut yang Bekerja Terlalu Cepat
Satu hal yang menggelitik saya adalah ... jika kemampuan sel saraf dalam mengirim rangsang begitu cepat, lantas mengapa mulut bisa bekerja lebih cepat daripada otak?
Ini sering saya alami. Usai berbicara, saya baru sadar bahwa kalimat yang saya utarakan tampaknya kurang tepat. Terkadang malah jadi terkesan sarkastis. Walau niatan hati tidak demikian.
Tampaknya mulut saya sesekali bekerja lebih cepat daripada otak.
Lalu, apa yang salah?
Gen Berpikir Cepat
Merunut kembali ke proses bicara, tampaknya kemampuan dalam memproses informasi menjadi salah satu kunci utama. Bisa jadi, saya salah menafsirkan informasi atau informasi yang saya dapat belum diolah lebih matang. Akibatnya, proses motorik pun menjadi cacat.
Ibarat buah yang belum matang. Kalimat yang keluar bukan hasil pemrosesan informasi yang sempurna.
Bila digali lebih dalam, mungkin saya harus memiliki gen berpikir cepat agar tepat dalam memproses suatu informasi. Yep, dilansir dari BBC, kemampuan berpikir cepat memang ada kaitannya dengan gen seseorang (silakan baca artikel lengkapnya di sini).
Ngobrol, Dong!
Hal lain yang juga terpikirkan oleh saya adalah ... mungkin karena saya jarang ngobrol! Hehe ... saat dalam pertemuan biasanya saya cenderung diam.
Nah kalau bahas ini, saya jadi teringat ucapan sahabat dekat saya (Ratna Dhevi) ketika masa kuliah dulu.
Saat itu saya bertanya apa pendapatnya mengenai saya? Saya tanyakan ini pada Dhevi dan Gita. Dua sahabat yang memang sangat dekat dengan saya.
Saya percaya ... tak peduli apa kata orang, sahabat sejati akan mengatakan siapa diri kita yang sesungguhnya. Baik ataupun buruk dengan sejujur-jujurnya.
Terkadang, kita memang butuh mendengarkan pendapat orang bukan? Untuk menemukan blind spot dalam diri kita.
Saat itu, Dhevi menjawab bahwa saya adalah tipe orang yang tak mudah dilupakan (ok, its good i hope). Tapi, bukan itu tujuan saya bertanya padanya (terus kenapa diceritain?! Wkwk ... anggap saja prolog, bukti bahwa sahabat akan mengatakan dengan jujur apa adanya kita).
Ok, next! Saya kemudian memancingnya dengan pertanyaan seputar gaya komunikasi saya.
Dari kiri : Dhevi, Gita and Me |
Dhevi yang berdarah Magelang itu lantas menjawab bahwa saya adalah tipe pemilih. Ketika masuk ke dalam sebuah perbincangan, saya akan menilai apakah akan mendapat manfaat atau tidak. Jika ada, maka saya akan terlibat dalam percakapan. Tapi jika tidak, saya akan diam. Itulah mengapa banyak orang menganggap saya pribadi yang "cuek".
Nah, kan saya jadi sadar dengan kelakuan saya.
Selain itu, Dhevi juga ngeh kalau saya senengnya to the point. Gak suka bertele-tele (hmm ... kalau tulisan ini banyak tele-telenya nggak ya? Hehe).
Yasih. It's true. Kalo saya ngerasa gak penting dan harus ikut ngobrol tuh kayaknya buang-buang waktu gitu. Padahal bisa dimanfaatkan untuk hal lain, kan? Cieh sok sibuk ya!
Makanya saya tak pandai basa-basi. Which is dalam budaya timur, basa basi tuh terkadang diperlukan untuk menambah keakraban.
Kurangnya kemampuan komunikasi sosial itu tampaknya berpengaruh pula terhadap pola bicara saya. Kadang pengen tepok mulut habis bicara, duh! Because i realize it might hurt others. Yah, sadar yang terlambat.
Sepertinya jika ada les ngobrol saya mesti ikut nih.
Nah, temen-temen ... kira-kira selain meningkatkan kemampuan komunikasi sosial dan sering-sering baca kitab suci, ada tips lain nggak sih supaya mulut tuh kalo ngomong nggak ngelebihin kecepatan berpikir?
Ada tuh mbak, salah satu sahabat Nabi Muhammad, meletakkan kerikil di mulutnya, tujuannya setiap mau bicara biar bisa berpikir minimal 4x kali dulu...
BalasHapusBerpikir
Berpikir
Berpikir
Berpikir
Baru bicara
Hehehe...
Wah, subhanallah. He, kalo nanti dipraktikkan mungkin saya pakai permen saja. Hehe
HapusWaaw..luar biasa bunda Dita... Lebih bsik terlambat dari para tak mnyadari kslhn kita..hehe..
BalasHapusTips lainnya apa ya baca istighfar kali ya.. N sering mendengar.. Hehe..
Wah, betul juga ya. Sepertinya saya juga harus banyak beristighfar. Terima kasih banyak atas sarannya Bun 🥰
HapusSaya kira ibu-ibu seragam; suka ngobrol. Hehe ..
BalasHapusHihi ... Tidak semua ibu-ibu ~~~ #eh malah nyanyi
HapusBagus sekali ide menulisnya, Neng Ditta. Artikel yg keren. Kalau soal itu Ambu banget, sering ngalamin begitu. Gak selaras antara yg dipikirkan dg yg diucapkan hehe..
BalasHapusAlhamdulillah Ambu. Hehe, ternyata sama ya.
HapusLuar biasa sekali. Setelah saya baca tulisannya, jadi sadar terkadang saya pun suka begitu. Yu...perbaiki diri untuk menjadi pribadi yg lebih baik. Malah saya suka banyak ngomong, giliran mau dituangkan dalam tulisan suka jadi binggung...he..he..jadi curhat nih.
BalasHapusHehe ternyata ada temen. Iya Bu. Mari ... Semoga kita bisa jadi pribadi yang lebih baik.
HapusPakai aplikasi yang nulis dengan suara aja Bu kalo gitu.
Just be yourself, do your best, and let Allah do the rest. He...he...
BalasHapusEh...kira-kira komentar saya ini melebihi kecepatan berfikir saya nggak ya? (Bercanda ya bu Ditta yang super inspiratif, maaf ya)
Saya malah mau nanya, apakah kecepatan dan kelancaran tangan bu Ditta sudah sejajar dengan kecepatan berfikir bu Ditta? Soalnya saya membaca tulisannya begitu nyaman, mengalir begitu lancar, dan ulasannya memukau. Sehat selalu bu Ditta. Selamat terus berkarya.
Hehe alhamdulillah Bu.
HapusKalimat pertamanya betul banget Bu. Hmm kecepatan tangan dan pikiran ya? Hihi sepertinya butuh satu artikel lagi ya. Wkwkwk ... Beberapa tulisan kadang ada yang dicicil Bu. Jd masih bisa dipikirkan. Tapi kadang ada juga yang spontan. Alhamdulillah kalau terasa mengalir dan nyaman saat membacanya. Terima kasih Bu 😊🙏🏻
Luar biasa... Bunda, trimks share ilmunya mantap dan semoga sukses
BalasHapusAamiin alhamdulillah Bun. Terima kasih
HapusHalo, Ibu "Pemilih" semoga tidak pilh-pilih lgi, ya! Hmm, mungkin pengendalian diri aja.
BalasHapusHehe aamiin aamiin. Siap Pak D. Pengendalian diri.
HapusBiasanya orang pendiam dan suka pilih-pilih dalam bersosialisasi lebih banyak omongnya lewat tulisan,betul apa enggak?
BalasHapusHehe iya juga ya Bun. Yang dikit ngomong kadang lebih senang menulis.
HapusTulisan yang bergizi
BalasHapusTerima kasih Bu Desi
Hapus