Halaman

Rabu, 28 April 2021

Menikmati Sate Ceker dan Ladu

Sate Ceker Cijoged

Bermula dari keanggotaan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) pada Pemilu 2019, saya jadi suka sate ceker. Bukan sate ceker biasa, yang ini cekernya empuk! Bisa disebut ceker tulang lunak kali, ya. Hehe.

Eka, teman sesama PPK pernah membawa sebungkus sate ceker untuk "camilan" kami saat piket. Eeeh, ternyata enak juga ngemil sate ceker. Sejak itu, satu dua kali kami membeli sate ceker untuk sekedar menjejal perut ketika bertugas.

Meski mengandung banyak kolesterol (itulah mengapa sebaiknya jangan terlalu sering makan ceker ayam), tapi ada nutrisi penting lain loh yang bagus untuk kesehatan.

Dilansir dari hallosehat.com, ceker ayam mengandung mineral seperti kalsium, magnesium, kalium dan fosfor. Mineral-mineral ini penting untuk mendukung sirkulasi darah yang sehat, kepadatan tulang, kesehatan saraf, jantung dan pencernaan.

Tulang ceker ayam juga mengandung kolagen yang tinggi. Ibu-ibu atau kaum hawa mungkin sudah tahu bahwa kolagen berperan penting untuk kesehatan kulit.

Tak heran jika ceker ayam boleh dikonsumsi oleh wanita hamil, pasca melahirkan, menyusui bahkan untuk bayi (asal tulangnya dipisah ya, bunda).

Psstt ... bahkan ada mitos anak yang suka makan ceker ayam, larinya akan kencang! Hehehe ... percaya? 😄

Nah, untuk mendapat manfaat maksimal dari ceker ayam, sebaiknya konsumsi juga sumsum yang terdapat dalam tulang ceker. Jika sulit, bisa dengan membuat kaldu dari ceker ayam (dibuat sup lebih baik).

Hal penting lain seperti disebutkan dari hallosehat.com, sebaiknya gunakan ayam yang tidak disuntik, alias tumbuh alami atau organik.

Singkat cerita, saya mendapatkan salah satu tempat yang menjual sate ceker kualitas TOP. Letaknya ada di Cijoged, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Subang. Dekat salah satu bank milik negara.

Sate ceker Cijoged, bukan sate biasa (dokpri)

Tempat ini buka sejak pukul 16.00 WIB hingga persatean atau stok ayam bakar maupun gorengnya habis. Wuihhh ... Meski gerobak sederhana dan tempatnya mungil semungil warteg, tempat ini selalu ramai pembeli.

Pernah suatu ketika saya datang pukul 16.30 WIB, sate cekernya sudah ludesss. Yahhh ... Hihi saya bahkan pernah rela menunggu sejak mamangnya baru berbenah, menyalakan perapian, dsb hanya untuk menikmati sate ceker ini (daripada kehabisan lagi? 😁😁😁).

Selain empuk, yang bikin juara adalah bumbunya. Kita bisa pesan sate ceker bakar yang manis atau pedas manis (favoritnya sih pedas manis). Oh iya, selain sate ceker, layaknya penjual ayam goreng, di sini juga ada sate usus, sate kulit, sate ati-ampela, bahkan sate jantung ayam.

Kalau teman-teman main ke daerah saya, yuk cicipi sate ceker ini. Maknyusss pokoknya. Insya Allah.

Bagi yang tak suka ceker, tenang ... Anda masih bisa menikmati ayam bakar ataupun gorengnya. Yumm ....

Ladu khas Garut

Berbeda dengan ladu dari Jawa Timur yang seperti kerupuk, ladu khas Garut memiliki tekstur empuk.

Kudapan ini mirip dengan wajit (karena bahan dasarnya sama), makanan khas daerah Bandung. Hanya saja, wajit biasanya dibuat menjadi keras.

Ladu, salah satu makanan tradisional Garut (dokpri)

Adik nenek yang tinggal di Soreang, Bandung (uyut saya berasal dari Garut) sering membuat jajanan tradisional ini. Berbahan dasar tepung ketan hitam, gula dan kelapa, membuat ladu menjadi legit.

Meski berbahan sederhana, faktanya membuat ladu apalagi porsi besar membutuhkan tenaga ekstra. Pertama, karena tepung ketan untuk ladu biasanya diolah dari beras ketan yang disangrai kemudian baru dibuat tepung.

Kedua, kelapa yang digunakan pun setelah diparut harus disangrai hingga kering. Ketiga, tentu saja saat mengaduk adonan gula dan tepung menjadi satu.

Wiiih ... ingatan saya langsung terbang ke masa kecil ketika mencoba membuat dodol secara manual di acara hajatan. Wajan dan pengaduk yang ekstra besar. Sekuat tenaga mengaduk adonan gula yang mengental. Pasti membuat ladu pun kurang lebih sama. Kecuali membuat hanya dalam porsi kecil.

Karena sudah tak kuat dalam mengolah, Nek Eha (adik nenek) kini lebih sering menggunakan tenaga orang lain dalam membuat ladu.

Nenek saya yang suka ngemil, mendapat kiriman ladu dari adiknya tersebut. Saya dan keluarga tentu ikut mencicipi. Maklum, ladu memang tak bisa disimpan dalam waktu lama. Sebaiknya habis dalam seminggu setelah dibuat kecuali masuk ke lemari pendingin.

Di zaman serba modern seperti sekarang, tak perlu pergi ke Garut untuk bisa menikmati camilan ini. Cukup kunjungi marketplace melalui gadget Anda, maka ladu pun sudah bisa dipesan.

Nah, apakah Anda termasuk yang pernah mencicipi manisnya ladu?

#selamat berbuka puasa (meski telat ngucapinnya wkwk)

14 komentar:

  1. Hmm.. Tulisannya enak dan legit, seenak sate ceker dan selegit ladu garutnya 😁👍😍

    BalasHapus
  2. Nanti pas ke Garut omjay cobain lsg.

    BalasHapus
  3. Wah baru tahu ada sate ceker, klo madu udah familiar. Insyaallah kpn2 mampir ke sbg.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di sini banyak sebetulnya yang jual. Tapi salah satu yang paling enak, ya yang di Cijoged ini Pak Nana 😊

      Kalo pecinta ceker ayam, wajib coba pokoknya kalo maen ke sini. Hehe

      Hapus
  4. Cara memasaknya juga dibakar layaknya sate pada umumnya?? Rasanya manis pedes??? Heeem...mau membayangkan dulu utk sampai ke Bandung.,,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Bu. Sate cekernya dibakar. Ayo maen ke subang ... Hehehe

      Hapus
  5. Wahhhh wajib dicoba deh. Semoga bisa main ke Cijoged

    BalasHapus
  6. Ceker suka sekali,seperti ada tantangan saat makan.

    BalasHapus