Halaman

Sabtu, 01 Mei 2021

Membuat Resensi Yang Kritis Itu ....

Sudah hampir dua bulan ini, saya ikut kelas resensi buku via WA yang diadakan oleh Tim Jendela Puspita. Ini sebetulnya merupakan kelas eksklusif, lanjutan dari kegiatan sebelumnya yang membahas teknik menulis resensi.

Kata resensi mungkin sudah tidak asing lagi bagi sebagian kita. Namun, Doddi Ahmad Fauji, narasumber pelatihan ini menginginkan kelas yang berbeda dalam meresensi sebuah karya.

Pengalamannya sebagai wartawan dan editor membawa para peserta belajar membuat resensi yang lebih kritis.

Ia bahkan sering mengajak peserta untuk berdiskusi dalam forum. Mengizinkan peserta bertanya dan menjawab sesuai pemahamannya selama ini terkait dunia literasi dan resensi.

Saat ini, saya masih belum menemukan buku khusus yang membahas tentang resensi kecuali karya Muhidin M. Dahlan. Resensator yang karyanya ratusan ini, menulis sebuah buku berjudul "Inilah Resensi : Tangkas Menilik dan Mengupas Buku" pada tahun 2020.

Jika mengamati berbagai resensi yang tersebar di berbagai media, umumnya memiliki struktur dengan menjelaskan identitas buku, sinopsis, kekurangan dan kelebihannya.

Nah, di kelas resensi kali ini, saya belajar bagaimana menggunakan data tambahan dalam membuat resensi. Membandingkan karya, dsb. Membuat resensi lebih hidup, lebih kritis, lebih ilmiah dan tentu saja tetap objektif.

Mungkin karena itu pula, Mas Dwi Okta selaku moderator mengingatkan, "Jangan segan bertanya.  Diharapkan peserta bersedia aktif dan kritis, karena dengan pertanyaan-pertanyaan yang muncul akan semakin mengembangkan keilmuan seluruh peserta di sini."

Kelas ini bisa dibilang cukup hidup. Diskusinya berjalan. Peserta yang sebagian besar guru bahasa saling bertukar pikiran. Mereka bahkan tak malu mengakui ketika pemahaman mereka selama ini masih tidak tepat. Sungguh kelapangan hati yang luar biasa untuk mau mengakui kekurangan diri.

Peserta di kelas ini dibagi menjadi dua tipe: Peserta yang ingin fokus menyimak saja (akan mendapat sertifikat 32 jp) dan peserta yang menyimak sekaligus praktik meresensi (akan mendapat sertifikat 100jp).

Ada beberapa pilihan buku yang bisa dicoba peserta pelatihan untuk dibuat resumenya. Saya sendiri memilih buku 40 Wajah Korona. Hehe, salah satu alasannya apa lagi kalau bukan cerpen?

Yap. Buku 40 Wajah Korona merupakan antologi cerpen hasil karya penulis pemula maupun mahir yang dibidani oleh Jendela Puspita. Buah ide dari Siska Puspita, sang pendiri.

Peserta bisa mengumpulkan karya resensinya sejak tanggal 1 hingga 30 April 2021. Meski naskah resensi dari peserta akan dibukukan, namun tidak serta-merta langsung masuk ke buku. 

Panitia menyatakan akan ada proses revisi dari editor Jendela Puspita yang tidak hanya memerhatikan kaidah ejaan semata.  Namun juga pada substansi dan mekanik.  Hal ini sangat penting, agar keseluruhan isi buku ini dapat dinikmati dan memiliki nilai guna bagi pembacanya.  

Butuh berhari-hari bagi saya untuk belajar membuat resensi. Alhamdulillah, Jumat malam tepat di hari dan jam-jam terakhir (sekitar pukul 22.30 WIB), resensi saya akhirnya rampung.

Semoga sudah mendekati resensi yang diharapkan sang guru. Aamiin. (dwu)

4 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Keren ini Mbak. Resensi itu asyik dan menantang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Pak. Kalau dipikir-pikir, jika setelah membaca buku langsung membuat resensi, manfaat yang didapat bisa berlipat.

      Hapus