Halaman

Jumat, 08 Januari 2021

Minat Baca vs Daya Baca

Hari ini, saya berhasil menyelesaikan bimtek seri guru belajar AKM (Asesmen Kompetensi Minimum) yang diadakan daring oleh Kemdikbud. Lalu apa hubungannya dengan judul tulisan saya? Silakan baca sampai tuntas yaa ... 😁

Selain bimtek, saya mengikuti webinar seputar AKM yang diselenggarakan oleh komunitas Lisangbihwa. Dari dua kegiatan tersebut, saya bisa mencermati beberapa contoh butir soal AKM. 

Oh ya, mulai tahun 2021 ini pemerintah resmi meniadakan UN dan sebagai gantinya diadakan Asesmen Nasional (AN) yang terdiri dari 3 bagian : AKM, survei karakter, dan survei lingkungan belajar.

Kembali lagi ke butir soal AKM. Jadi, AKM yang akan diikuti oleh siswa SD kelas V, siswa SMP kelas VIII, dan SMA kelas XI (serta yang setara) ini bertujuan untuk mengetahui kompetensi literasi membaca dan numerasi siswa.

Untuk dapat menyelesaikan soal-soal tersebut, tak cukup hanya berlatih mengerjakan berbagai soal layaknya ketika akan ulangan. Mengapa? Karena soal AKM dibuat sedemikian rupa sehingga dibutuhkan kompetensi tertentu untuk dapat menyelesaikannya.

Salah satu yang harus dibangun untuk dapat mencapai kompetensi AKM adalah dengan meningkatkan daya baca. Hal ini dikarenakan soal-soal AKM terutama yang literasi akan menghadirkan teks informasi atau teks fiksi yang tentunya bukan satu dua kalimat saja. Tapi bisa dua-tiga paragraf bahkan lebih.

Seperti disebutkan dalam tirto.id (04/09/2019) bahwa Ikatan Penerbit Indonesia wilayah Jawa Barat menyebut kalau minat baca masyarakat lebih kepada facebook dan WA sejak 2017. Kuat deh mantengin terus WA/FB berjam-jam, tapi giliran diminta baca buku, eeeh ambyar semangatnya. Hilang daya bacanya, hilang minat bacanya.

Informasi tersebut tentu menuntut perubahan dalam proses pembelajaran. Bagaimana menyiapkan anak-anak untuk memiliki daya baca yang tinggi. Yang pada akhirnya akan mengubah citra Indonesia di mata dunia. Bukankah selama 10-15 tahun terakhir ini prestasi kita di PISA stagnan di posisi rendah?

Mengecek Daya Baca
Salah satu cara mengecek apakah kita memiliki daya baca yang tinggi/tidak sebenarnya cukup mudah. Sodorkan saja dua buku yang ketebalannya berbeda. 
Referensi Gambar : The Bookwyrm's Lair - WordPress.com

Apakah kita mampu membaca keduanya? Atau kita hanya sanggup menyelesaikan membaca buku yang halamannya sedikit?

Saya sendiri mengakui memang tidak mudah memiliki daya baca yang tinggi. Saya pun masih pilih-pilih jika harus membaca buku yang tebalnya sampai di atas 300 halaman.

Tak usah jauh-jauh ke buku. Meski minat baca masyarakat cukup tinggi untuk WA dan FB. Tapi, terkadang tak jarang jika pesannya panjaaaang, malah di skip. Artinya daya bacanya tetap saja masih kurang. Padahal bangun tidur ngecek WA. Mau makan, ngecek WA. Bahkan mau ke WC pun, ngecek WA. Baca pesan atau menunggu pesan. Baca status dan komen medsos, dsb. Ya, minat bacanya tinggi tapi daya bacanya masih rendah.

Sampai sini, saya yakin Anda sudah bisa membedakan antara minat baca dan daya baca. Minat baca berkaitan dengan keinginan, kecenderungan hati atau perasaan senang untuk membaca. Sementara daya baca berkaitan dengan kemampuan membaca, seberapa kuat seseorang dalam membaca.

Bicara daya baca, tentu tidak sekedar seberapa besar kita sanggup "melahap" buku-buku tebal. Seorang teman dari komunitas Lisangbihwa telah bertanya terkait daya baca.

"Hanya daya baca hp android (yang) tinggi. Daya baca buku rendah. Coba berapa buku yang dibeli oleh guru dalam satu bulan? Berapa buku yang dibaca dalam satu bulan? dan berapa media yang dibaca satu hari?"

Well ... Meningkatkan daya baca telah menjadi PR tersendiri bagi saya. Atau mungkin juga kita, sebagai anggota keluarga dan masyarakat. 

Bagaimana mau memahami bacaan, bila daya bacanya belum baik? Padahal kompetensi literasi termasuk kompetensi minimal yang harus dimiliki setiap orang untuk mampu sukses di masyarakat abad ini.

So, sudah memiliki strategi untuk meningkatkan daya baca? 😊

10 komentar:

  1. Luar biasa ,,tambah wawasan,terima kasih dek Ditta

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama Bu Dwi .... Terima kasih sudah berkunjung.

      Hapus
  2. Daya baca anak zaman milenial memang betul2 rendah ibu, tulisannya sangat menarik dan bagus ibu

    BalasHapus
  3. Iya Bu. Hehe, saya juga masih harus meningkatkan daya baca nih 😁 terima kasih sudah berkunjung.

    BalasHapus