Halaman

Kamis, 16 Juli 2020

Jadi Ibu itu Harus Mau Berteman dengan "Kurang Tidur"

220 hari sejak Fatih lahir.
Biasanya tiap Fatih bangun, saya juga bangun. Jam setengah 12 malam, setengah satu dini hari, jam 2, 3, atau 4 pagi.

Jam berapa pun, pokoknya saat anak saya terbangun, saya juga ikut bangun. Karena Fatih bangun pada jam-jam tertentu. Baru kali ini saya terlelap lagi. 

Sejak Fatih bisa tengkurap sendiri, saya biasa menaruh bantal dan guling di pinggir tempat tidur. Hanya butuh menjaga 2 sisi karena 2 sisi lainnya berbatasan dengan tembok. 

Malam ini, setelah saya menyusui sekitar pukul 1, saya terlupa untuk memasang guling di bagian sisi yang terbuka.

Pukul 4 pagi, sebetulnya saya sudah melihat Fatih terbangun (setelah sebelumnya bangun-tidur-bangun untuk menyusui). Posisinya sedang tengkurap dan bermain dengan botol.

Laa Haula wa laa quwwata illaa billaah. Tiada daya dan upaya kecuali atas izin Allah. Saya terlelap lagi.

Saya terbangun saat suara gedebuk terdengar. Astaghfirullah. Fatih terjatuh dari tempat tidur setinggi 50 cm.

Saya langsung menghampiri Fatih, menggendong, memeluk, dan terus menerus meminta maaf padanya yang mulai menangis.

Benarlah kalimat bahwa menjadi seorang ibu itu harus mau bersahabat dengan rasa kantuk alias kurang tidur.
Muhammad Fatih Musyfiq, maafkan Ami :'(

Tidak ada komentar:

Posting Komentar