Halaman

Senin, 13 April 2020

Terbius Jengkol


Well, kalau boleh jujur, saya lebih senang pete daripada jengkol. Tapi ... Semenjak saya mengajar di salah satu sekolah swasta di Subang, beuh ... saya pun jadi terbius jengkol. Hehe.

Jadi, ceritanya, teman-teman saya kalau makan bersama (istilahnya botram) suka ada yang bawa jengkol. Mau digoreng, mau disemur, balado, ah pokoknya sering banget bawa jengkol!

So, saya pun akhirnya tertular juga. Jadi senang mengonsumsi jengkol. Bahkan pernah saya membeli jengkol seharga daging karena saat itu jengkol sedang langka 😂

Teman-teman saya memiliki kebiasaan unik untuk mengolah jengkol agar baunya berkurang. Ada yang merendam dan merebus berulang kali, ada juga yang jengkolnya dikubur dalam tanah dulu sebelum dimasak. Nah loh.

Baunya tetap ada. Hanya saja menjadi berkurang jika diolah dengan cara mereka. So, gak perlu khawatir lagi kamar mandi beraroma jengkol. Hihi.

Tips lain yang patut dicoba adalah pasca minum jengkol, konsumsi kopi. Maka saat kita buang air, aroma jengkolnya tidak akan begitu menyengat.

Jengkol ini memang menjadi salah satu penambah nafsu makan. Bahkan teman saya yang jurusan Bahasa Sunda pernah bercerita bahwa dosennya yang berasal dari Jepang sangat menyukai jengkol. Padahal orang luar negeri kan biasanya sensitif terhadap jengkol. 😄

Di beberapa pesta pernikahan ada loh yang menyediakan jengkol sebagai salah satu menu hidangannya. Sempet kaget saat pertama kali melihat si jengkol ini berjejer dengan menu lain di meja prasmanan. Tapi, bahkan di Jakarta pun, ada saja yang menghidangkan jengkol di pesta mereka.

Nah, apakah Anda seorang pecinta jengkol? 😁

Tidak ada komentar:

Posting Komentar