Halaman

Rabu, 02 September 2020

Kisah Si Tukang Kayu

Sumber : pexels

Sore ini Ibu saya bercerita tentang seorang tukang kayu yang sempat mengontrak di lingkungan rukun tetangga kami. Katakanlah namanya Pak Kai. Pak Kai ini pada hari Senin sempat mendatangi ayah saya. Menawari kursi kayu yang dibuatnya.

Sudah 8 bulan ia menganggur. Tak dapat penghasilan. Jika pun ada yang membeli, hanya cukup untuk makan saja. Posisi kontrakan yang masuk ke dalam gang dan bukannya di pinggir jalan, juga membuat dagangannya menjadi lebih sepi pengunjung.

Ayah saya yang jiwa sosialnya sangat tinggi dan tidak tegaan, lantas memberi uang sebagai uang muka sebesar Rp 50.000. Uang yang asalnya akan digunakan membayar jasa tukang urut (ayah saya sedang sakit pinggang).

Siang ini, kursinya diantar ke rumah. Tentu ayah saya harus melunasi kursi seharga Rp 300.000 tersebut. Tapi karena sakit, maka mama saya yang pergi.

Saat datang ke kontrakan Pak Kai, ternyata Pak Kai sudah pergi. Pindah kontrakan ke dekat puskesmas (± 2 km jaraknya dari rumah).

Betapa kaget mama saat mengetahui Pak Kai pindah ke sebuah gubuk di pinggir jalan. Beralaskan tanah, dindingnya hanya terbuat dari bilik bambu, atapnya pun tak bisa mencegah percikan air dengan benar.

Pak Kai bercerita, sesekali ia pergi ke rumah mertuanya di Indramayu hanya demi mendapatkan pasokan beras dan ikan asin. Ia tak mendapat bantuan pemerintah karena KTPnya beda domisili.

Sebetulnya di lingkungan kami ada gerakan sedekah bersama yang dilaksanakan setiap hari Jumat. Pak Kai juga pernah mendapat bantuan. Namun tentu saja Pak Kai dan keluarga tak bisa terus menerus menggantungkan hidupnya pada bantuan tersebut.

Ya Allah, jadikan kami insan yang pandai bersyukur. Semoga keadaan Pak Kai dan keluarga akan senantiasa membaik. Aamiin... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar