Sore ini saya mendapat ilmu mempertajam tulisan melalui latihan berpantun dari King Doddi Ahmad Fauji. Materi ini disampaikan beliau saat menjadi narasumber Bimtek Guru Menulis Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah.
"BISA karena biasa!" Begitu beliau memulai narasinya.
"Bila Anda merasa tak bisa menulis dengan lancar, maka ingat saja ungkapan di atas. Sangat mungkin, itu terjadi karena Anda tidak biasa menulis. Karena itu, di era Gerakan Literasi Sekolah ini, di mana para guru dituntut untuk bisa menulis, maka mari kita membiasakan diri untuk menulis.", lanjutnya.
Pembiasaan menulis
Agar bisa dan cakap menulis, tentu pembiasaan menjadi salah satu faktor yang sangat penting. Tak perlu risau dengan kualitas tulisan karena pasti akan meningkat secara bertahap. Tentu asal diiringi dengan proses belajar dan berlatih menulis yang konsisten. Yakin, bahwa hasil tak akan pernah mengkhianati ikhtiar (usaha/proses).
Editor puluhan buku karya guru, baik yang terbit tunggal atau bersama-sama ini berpesan bahwa kita harus menikmati proses belajar dan berlatih menulis. Tak kalah penting tentunya, jangan lupa untuk berdoa.
"Sebab doa adalah ungkapan harapan. Siapa yang kehilangan harapan, dia akan kehilangan semangat. Lalu apapun yang dikerjakan tidak dengan semangat, hasilnya selalu tidak memuaskan." tambahnya.
Doddi Ahmad Fauji |
Saat ini, banyak media yang bisa kita manfaatkan untuk memindahkan bahasa lisan menjadi tulisan. Blog dan media sosial contohnya.
Agar semakin terampil mengolah kata menjadi kalimat yang mudah dipahami dan enak dibaca, tentu kita harus rajin menulis. Jangan biarkan media menulis tersebut membangkai karena tak pernah disuguhi dengan berbagai tulisan kita.
Tambah wawasan
Langkah berikutnya, adalah perbanyak membaca buku-buku berkualitas, serta sering menyimak pidato atau diskusi-diskusi yang bagus supaya wawasan kita bertambah.
Jangan merasa puas dan berhenti di frase ‘mudah dipahami dan enak dibaca’ saja. Pastikan bahwa tulisan kita juga mengandung amanat yang bernas, wawasan serta pengetahuan yang luas, sekaligus mengajak pembaca untuk mendekati kebenaran yang esensial.
Narasumber yang juga mengelola Sanggar SituSeni tersebut menuliskan bahwa belajar menjadi penulis pada dasarnya adalah tengah berlajar memperbaiki diri, agar menjadi manusia yang paripurna. Mengapa? Menurut King Doddi rasanya tak mungkin tulisan kita akan mengandung keluhuran budi pekerti, bila sudah sejak dari dalam diri, kita ini bukan orang yang baik, bukan orang yang cerdas cendekia. Maka, ingat dan catat baik-baik, belajar menulis sejatinya adalah belajar memperbaiki diri.
Konvensi 3 Jenis Tulisan
Setelah membiasakan diri menulis dan menambah wawasan dengan berbagai aktivitas, maka langkah ketiga adalah pelajari konvensi-konvensi jenis tulisan. Tentu sesuai dengan yang diinginkan dan dibutukan.
Menurut konvensi (pemufakatan/kesepakatan), karya tulis di bagi ke dalam tiga jenis, yaitu : puisi, prosa (cerita), dan artikel. Ketiga jenis tulisan tersebut perlu dipelajari semuanya sehingga bisa saling melengkapi dan menambah bobot tulisan. Walau pada kenyataannya, kelak kita (mungkin) akan memilih jenis tulisan mana yang paling kita sukai.
Khusus bagi akademisi, termasuk para guru, jenis tulisan artikel wajib dikuasai. Hal ini berkaitan dengan keperluan penulisan laporan penelitian, PTK, RPP, best practise, dan lain-lain. Artikel bisa lebih menarik dibaca, dan memiliki daya gugah yang kuat, bila unsur-unsur puisi atau prosa, ikut digunakan dalam penulisan artikel.
Bagi pemula yang ingin mempelajari ketiga konvensi karya tulis tersebut, pantun bisa menjadi pilihan. Karena pantun merupakan karya tulis yang simpel, mudah dijangkau, dan tidak memakan waktu lama.
Pantun memang tampak sederhana, hanya ada empat baris. Karena itulah, terkadang seni pantun sering dipandang sebelah mata. Namun King Doddi menilai di balik kesederhanaannya itu, pantun dapat menjadi sarana untuk latihan menulis jenis tulisan lainnya. Bahkan untuk artikel yang membutuhkan daya analisis tajam terhadap data serta fakta.
Selain itu, King Doddi berpendapat bahwa dalam penulisan artikel yang benar, enak dibaca, dan komuikatif, dibutuhkan penguasaan keterampilan menyusun kata serta kalimat yang efektif, runut, dan dengan diksi-diksi yang unik. Bila hal tersebut tidak terpenuhi, maka artikel yang dihasilkan, dapat dipastikan termasuk ke dalam ketegori artikel yang kurang enak dibaca, kurang komunikatif, atau malah disebut ‘gagal’.
(Bersambung)
Simak pembahasan pantun dan kelemahan artikel pemula di Tips Berlatih Menulis dengan Ilmu Pantun (Bagian 2)
Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog PGRI bulan Februari 2021
NPA. 10162000676
Saya pernah ikut acara dangiang dewi 2019 Ketua panitianya Kang Doddi Ahmad Fauzi, kernen bu Ditta tulisannya
BalasHapusWah, ternyata Bunda kenal juga ya sama King Doddi. Hhe ... Waktu Dangiang Dewi 2019 Ditta gak ikut soalnya pas lagi hamil besar 😁
Hapus