Hari ini, Fatih (anak saya) tepat berusia 14 bulan. Banyak kejutan yang datang. Mungkin sederhana, tapi sangat berarti bagi saya. Oleh karena itu, saya memilih mengabadikannya dalam bentuk tulisan.
Menjadi blogger saat ini, saya rasa berbeda dengan ketika saya masih menjadi mahasiswa (sekitar 8 atau 9 tahun lalu). Saat itu, saya sedang semangat-semangatnya berbagi. Di media apa pun saya bisa menulis, saya usahakan share ke banyak orang.
Kali ini, justru sebaliknya. Blog yang saya kelola bisa dibilang sudah seperti diary online saya. Hanya saja masih bisa dikonsumsi publik. Mungkin karena itu pula, saya sering tidak menshare tulisan saya. Hanya sesekali bila dirasa artikelnya akan bermanfaat bagi banyak orang.
Kejutan Pertama
Kejutan pertama datang dari Dr. Ngainun Naim. Simple sebetulnya. Beliau hanya menuliskan "Alhamdulillah" di postingan saya yang berjudul Keluarga Penyintas Covid-19. Itu pun, saya ketahui karena akan saya share ke salah satu grup.
Lalu apa istimewanya? Pertanyaan ini bisa dijawab bila Anda mau mengunjungi blog beliau http://spirit-literasi.blogspot.com/?m=1. Saya ingat, bagaimana pertama kali berkunjung ke blog Dr. Naim yang merupakan dosen di IAIN Tulungagung.
Akhir tahun 2020, saya pernah diminta menjadi pemateri di Pelatihan Belajar Menulis bersama PGRI. Pelatihan tersebut mengharuskan peserta membuat resume dari paparan materi yang disampaikan narasumber.
Bagi sebagian orang, menulis itu tentu bukan hal yang mudah. Oleh karena itu, sebagai bentuk rasa terima kasih, biasanya saya melakukan blog walking (BW) ke peserta yang telah membuat resume di blognya.
Terkadang, selain resume, para peserta juga mengirim link tulisan lainnya di grup WA. Nah, Prof. Naim ini termasuk yang sering membagikan linknya. Gustiii ... sungguh semula saya pikir beliau adalah peserta! Tapi, saya sadar bahwa beliau pun merupakan salah satu narasumber. Tampak di beberapa komentar, orang lain menyapa beliau dengan kata "Prof" atau "Dr". Malu saya telah salah mengira!
Bisa dibilang, saya langsung jatuh cinta pada tulisan-tulisan beliau. Sederhana, ringkas, bermakna. Itulah kesan yang saya dapat dari postingan-postingan beliau. Selain tentu saja, bermanfaat.
Nah kembali ke kejutan pertama. Saya kaget mendapati komentar dari Dr. Ngainun Naim tersebut. Kenapa? Karena saya tidak pernah membagikan link postingan tersebut di WAG menulis. Artinya (hipotesa saya), beliau memang sengaja berkunjung (kemungkinan besar karena saya baru saja mengomentari postingan beliau). Lalu, beliau memilih sendiri artikel yang akan dibaca. Serta ... meninggalkan jejak!
Wah, sungguh suatu kehormatan bagi saya.
Kejutan Kedua
Kejutan kedua yang saya dapat, mirip dengan kasus pertama. Ketika menulis ini, saya sedang mengikuti lomba blog PGRI. Selama Februari, setiap peserta wajib membuat (minimal) 1 tulisan di blog pribadi dan YPTD (Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan).
Saya juga mengikuti kelas Teknik Menulis Resensi yang diselenggarakan oleh Jendela Puspita. Agar tidak lupa, saya tuliskan materinya lalu posting di blog. Memenuhi syarat lomba iya, mengikat ilmu juga iya.
Saya memang sengaja tidak menshare link tulisan saya di grup tersebut. Mengingat panitia di akhir acara akan memberi catatan materi. Tapi, siapa sangka bahwa tim penyelenggara telah menemukan tulisan saya.
Lalu apa kejutannya? Karena ternyata saya tidak disidangkan. Hehe. Sebelumnya saya memang sempat khawatir bila tulisan saya tidak berkenan di hati penyelenggara. Tak hanya diizinkan, mereka pun menawarkan kerja sama. Alhamdulillah. Semoga bisa amanah.
Kejutan Ketiga
Hari ini sebuah paket dibungkus plastik merah telah saya terima. Isinya buku! Sumbu Saihu Lisangbihwa. Buku ini merupakan antologi puisi Saihu rembugan. Buku ini termasuk yang telah lama dinanti.
Dari berbagai macam karya sastra, saya sebetulnya bisa dikatakan sedikit alergi dengan puisi. Mengapa saya katakan demikian? Karena setelah mengikuti beberapa kelas penulisan puisi, saya semakin sadar bahwa menulis puisi yang baik dan benar itu tidak sederhana.
Puisi, biar bagaimanapun umumnya memiliki diksi diksi yang sangat indah. Jika diminta menulis cerpen atau puisi, sepertinya saya akan memilih cerpen. Hal ini dikarenakan dalam puisi, kita harus sungguh bisa memadatkan makna hanya dalam satu dua kata saja.
Selain karena ingin belajar, saya ikut antologi ini karena ingin mengetahui sejauh apa kemampuan menulis puisi saya berkembang (meski masih sangat pemula dalam hal perpuisian).
Puisi yang ditulis sudah ditentukan temanya oleh penyelenggara. Dicicil selama kelas penulisan puisi. Baru hasilnya dibukukan. Sungguh, saya sangat senang karena di buku ini ada puisi untuk anak dan suami saya.
Itulah beberapa kejutan manis hari ini. Kejutan lain pun saya terima. Hanya saja ini berita duka. Saudara saya hari ini ada yang jatuh saat memebetulkan genting rumah. Paru-parunya bocor karena terkena patahan tulang. Walau demikian, kami masih patut bersyukur karena operasi berjalan lancar.
Saya akan sangat berterima kasih bila Anda berkenan mendoakannya 🙏🏻.
Ditta Widya Utami, S.Pd.
NPA. 10162000676
Terimanksih tulisannya
BalasHapusSama-sama Omjay
Hapus